YOGYAKARTA, ANTARANEWS (delapantoto) — Fenomena ‘Ngaji Budaya’ yang makin populer di kalangan generasi muda, khususnya di Yogyakarta, dinilai sebagai ruang dialog yang sangat krusial dan relevan untuk memperkuat pemahaman yang harmonis antara nilai-nilai agama dan kekayaan budaya lokal Indonesia.
Forum ini dianggap mampu menjadi penyeimbang di tengah maraknya ekstremisme dan pemahaman agama yang kaku, dengan menawarkan pendekatan yang inklusif dan kontekstual.
Konsep Ngaji Budaya: Menjembatani Dua Kutub
Ngaji Budaya adalah majelis ilmu yang tidak hanya membahas teks-teks keagamaan (kitab kuning), tetapi juga menggali dan mendiskusikan bagaimana ajaran Islam berinteraksi dan berakulturasi dengan tradisi, kesenian, dan kearifan lokal.
- Inklusivitas: Forum ini menarik minat besar anak muda karena formatnya yang santai, terbuka, dan sering menghadirkan tokoh lintas disiplin—mulai dari ulama, budayawan, seniman, hingga akademisi.
- Konteks Lokal: Fokus utamanya adalah memahami agama dalam konteks keindonesiaan. Misalnya, membahas filosofi di balik upacara adat, seni wayang, atau batik dari sudut pandang Islam nusantara.
- Mencegah Polarisasi: Ngaji Budaya berperan penting dalam mencegah polarisasi antara kelompok yang cenderung tekstualis dan kelompok yang terlalu liberal, dengan menawarkan pemahaman yang moderat (Wasathiyah) dan menghargai keragaman.
“Generasi muda membutuhkan forum yang jujur. Ngaji Budaya memberikan ruang itu, di mana agama tidak ditakuti sebagai sesuatu yang kaku, dan budaya tidak dianggap sebagai sesuatu yang bertentangan dengan iman. Keduanya adalah warisan yang harus kita jaga,” ujar Dr. Hilal Nur Fuad, pengamat sosial budaya dari UGM.
Peran Aktif Generasi Muda
Partisipasi aktif generasi muda dalam Ngaji Budaya menunjukkan adanya kerinduan untuk mendapatkan pemahaman agama yang lebih mendalam, tetapi disajikan dengan cara yang lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka.
- Kritis dan Terbuka: Para peserta diajak untuk berpikir kritis, tidak menerima dogma begitu saja, dan mendiskusikan isu-isu sosial kontemporer melalui lensa agama dan budaya.
- Pemertahanan Budaya: Dengan memahami nilai-nilai luhur di balik tradisi, generasi muda didorong untuk menjadi agen pemertahanan budaya lokal yang kian tergerus modernisasi.
Fenomena ini diharapkan terus berkembang ke berbagai daerah lain di Indonesia, menjadi instrumen penting dalam pembangunan karakter bangsa yang religius sekaligus berbudaya.

